NAMA : MARLIA DEWI
KELAS : 4EB15
NPM : 24211313
Single Rate Method
Metode ini yang paling
sederhana, pada metode ini mengaplikasikan kurs tunggal, yaitu kurs berlaku
atau kurs penutupan, untuk aktiva dan kewajiban valuta asing. Pendapatan dan
beban valuta asing umumnya ditranslasikan pada kurs yang berlaku pada saat
item–item ini diakui. Meskipun begitu untuk tujuan kelayakan, item–item ini
biasanya ditranslasikan dengan rata-rata tertimbang dari kurs berlaku untuk
periode yang bersangkutan.
Berdasarkan pendekatan ini, laporan keuangan operasi luar
negeri yang dianggap oleh perusahaan induk sebagai entitas yang otonom,
memiliki domisili pelaporan mereka sendiri. Ini adalah lingkungan akuntansi
lokal tempat dimana perusahaan afiliasi asing tersebut mentraksaksikan urusan
bisnisnya. Satu cara dilakukan agar translasi bisa dilaksanakan dengan distorsi
yang minimal dengan cara penggunaan metode kurs yang berlaku.
Semua laporan keuangan valuta asing sebenarnya dikalikan
dengan suatu konstanta, metode translasi ini mempertahankan hasil keuangan dan
hubungan asli (misalnya, rasio-rasio keuangan) dalam laporan konsolidasi dari
entitas-entitas individual yang dikonsolidasikan. Meskipun menarik dan
sederhana secara konseptual, metode kurs berlaku dipersalahkan oleh sebagian
orang karena merusak tujuan dasar dari laporan keuangan konsolidasi, yaitu
karena menyajikan unuk keuntugan pemegang aham perusahaan induk, hasil-hasil
operasi dan posisi keuangan perusahaan induk dan perusahaan-perusahaan anaknya
dari perspektif valuta tuggal (yaitu, mempertahankan valuta pelaporan
perusahaan induk sebagai unit pengukuran). Dalam metode kurs berlaku,
hasil-hasil konsolidasi akan mencerminkan perspektif valuta dari masing-masing
negara tempat diamana perusahaan anak berada. Misalnya, jika sebuah aktiva
diperoleh sebuah perusahaan anak di luar negeri seharga VA 1,000 ketika kurnya
adalah VA 1 = $1, maka biaya dari historisnya dari perspektif dollar adalah
$1000; dari perspektif valuta lokal juga $1,000. Jika kurs berubah menjadi VA5
= $1, biaya historis aset tersebut dari persepektif dolar (transaksi biaya historis) tetap $1,000. Jika
valuta lokal tetap dipertahankan sebagai unit pengukuran, nilai aset akan
diekspresikan sebesar $200 (transaksi kurs berlaku).
Metode kurs berlaku juga dipersalahkan karena
mengamsusikan bahwa semua aktiva-valuta lokal dipengaruhi oleh risiko nilai
tukar (yaitu, mengamsumsikan bahwa fluktuasi valuta domestik yang ekivalen, yang
disebabkan oleh fluktuasi kurs translasi berjalan, merupakan indikator
perubahan nilai intrinsik aktiva-aktiva tersebut). Hal ini jarang benar karena
nilai persediaan dan aktiva-aktiva tetap diluar negeri umumnya didukung oleh
inflasi lokal. Bahkan, nilai aktiva yang ditranslasikan tidak ada artinya kalau
tidak ada penyesuaian tingkat harga lokal sebelum dilakukannya translasi.
Selain itu translasi suatu saldo biaya historis dengan kurs berlaku yang
ditenukan oleh pasar memberikan suau hasil yang tidak merupakan biaya historis
maupun nilai pasar berjalan.
Multiple Rate Methods
Metode-metode kurs
berganda mengkombinasikan nilai tukar berjalan dan historis dalam proses
translasi. 3 metode semacam itu akan dibahas berikut ini.
Metode
berlaku-historis. Berdasarkan pendekatan berlaku-historis, yang populer di AS
dan ditempat-tempat lain sebelum tahun 1976, aktiva lancar dan kewajiban lancar
sebuah perusahaan anak di luar negeri ditranslasikan kedalam valuta pelaporan
perusahaan induknya dengan menggunakan kurs berlaku. Aktiva dan kewajiban
non-lancar ditranslasikan dengan kurs historis.
Item-item laporan
laba-rugi, kecuali beban depresiasi dan amortisasi, ditranslasikan dengan kurs
rata-rata masing-masing bulan operasi atau dengan basis rata-rata tertimbang
dari seluruh periode yang akan dilaporkan. Beban depresiasi dan amortisasi
ditranslasikan dengan memakai kurs historis yang berlaku pada saat aset yang
bersangkutan diperoleh.
Metodologi ini,
sayangnya, memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, metode ini kurang memilik
justifikasi konseptual. Definisi-definisi yang ada mengenai aktiva dan
kewajiban lancar dan non-lancar tidak menjelaskan mengapa cara klasifikasi
seperti itu menentukan kurs mana yang akan digunakan dalam proses translasi.
Lebih jauh,kurs yang
berfluktuasi mungkin menghasilkan translasi yang mendistorsi hasil hasil
operasi antara priode priode akutansi .persediaan adalah salah satu contohnya.
Dalam kondisi nilai tukar yang
memburuk, anggaplah sejumlah persediaan dikapalkan dari perusahaan indukdi AS ke
salah satu perusahaan anaknya selama kuartal ketiga tahun 1 pada saat kurs VA1
= $1.asumsikan juga persediaan ini tak terjual sampai akhir tahun , yaitu
tanggal laporan keuangan. Persediaan ini memiliki biaya daalam dolar sebesar
$100,000. Jadi, perusahaan anak tersebut akan mencatat transaksi ini dalam bukunya pada VA100,000. Perusahaan anak
terebut beroperasi dengan 50% markup
atas biaya, sehingga harga penjualan persediaan tersebut adalah VA 150,000.
Sekarang asumsikanlah kurs
turun menjadi VA 1 = $ .90 pada akhir
tahun. Sesuai dengan metode translasi kurs berlaku – historis, persediaan VA100,000
ditranslasikan kurs berlaku, yang menghasilkan $90,000 dalam dolar. Kerugian
translasi sebesar $10.000 akan muncul dalam perkiran sehingga laba tahun 1 akan
berkurang paa saat itu pula.
Jika persediaan tersebut kemudian dijual sehargaVA 150,000 selama kuartal pertama tahun 2, dan kurs rata-rata selama
kuartal ini adalah VA 1 = $ 95,
transaksi tersebut menghasilkan $142,500. Marjin kotor dari tanah
penjualan tersebut akan dilaporkan sebesar $52,000 pada tahun 2 , sedangkan
seharusnya dilaporkan $42.500 perbedaan aktual antara biaya dan harga
peenjualan dalam dolar AS.Dalam contoh ini,
Sebenarnya tidak
terjadi ’’kerugian’’ valuta asing dalam tahun 1. Penurunan kurs hanya
mengurangimarjins laba kotor yang awalnya diharapkan.
Hasil-hasi operasi yang
dilporkan untuk tahun pertama maupun tahun ke-2 terdistorsi karena metode
translasi valuta asing yang tidak realistis.
Dengan kata lain,
pemakaian kurs akhir-tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar menyiratkan
bahwa kas, piutang, dan persediiaan
valuta asing sama–sama
dipengaruhi oleh risiko nilai tukar.Namun dalam situasi dimana
peningkatan harga lokal dimungkinkan setelah devaluasi, nilai persediaan
terlindungi dari erosi valuta. Dengan demikian penghapusan persediaan sebesar
$10,000 dalam kasus tersebut tidak akan dibenarkan. Disisi lain,translasi
hutang jangka panjang memakai kurs historis melindungi priode-priode interim
dari dampak fluktuasi valuta sedangkan tahun penyelesaiannya terbebani sejumlah
keuntungan atau kerugian tranlasi. Banyak pengamat melihat hal ini bertentangan
dengan realitas
Metode
moneter-nonmoneter. Seperti halnya metode berlaku-historis, metode
moniter-nonmoneter memakai pola klasifikasi neraca untuk menentukan kurs
translasi yang tepat. Diprakarsai oleh almarhum Prof. Samuel R. Hepworth dalam
sebuah monograf yang berjudul Reporting Foreign Operations, aset dan kewajiban
moneter-mewakili hak untuk menerima atau keharusan untuk membayar sejumlah
valuta asing tertentu dimasa depan (kas,piutang, dan hutang) jangka panjang)
ditranslasikan memakai kurs yang berlaku.
Karena item-item moneter diselesaikan dalam
kas; pemakaian kurs berlaku untuk mentranslasikan item-item valuta asing
menghasilkan valuta domestik ekivalen yang mencerminkan nilai realisasi atau
nilai penyelesaiannya.
Metode
Temporal Menurut pendekatan temporal, translasi valuta merupakan suatu proses
konversi pengukuran (yaitu, penyajian ulang nilai tertentu). Karena itu, metode
ini tidak dapat digunakan untuk mengubah atribut suatu item yang sedang diukur;
metode ini hanya dapat mengubah unit pengukuran. Translasi saldo valuta asing,
misalnya, hanya mengubah (restate) denominasi persediaan. tidak penilaian
aktualnya. Dalam GAAP AS, aktiva kas diukur berdasarkan jumiah yang dimiliki
pada tanggal neraca. Piutang dan hutang dinyatakan dalam jumlah yang diharapkan
akan diterima atau dibayar pada saat jatuh tempo. Kewajiban dan aktiva lain
diukur pada harga yang berlaku ketika item¬item tersebut diperoleh atau terjadi
(harga historis). Meskipun begitu, beberapa diantaranya diukur berdasarkan
harga yang berlaku pada tanggal laporan keuangan (harga berjalan), seperti
persediaan dibawah aturan biaya atau pasar. Pendek kata, ada dimensi waktu yang
berkaitan dengan nilai-nilai uang ini.
Menurut
Lorensen, cara terbaik untuk mempertahankan basis-basis akuntansi yang
digunakan untuk mengukur item-item valuta asing adalah dengan mentranslasikan
jumlah uang luar negerinya dengan kurs yang berlaku pada tanggal pengukuran
uang luar negeri berlangsung. Prinsip temporal dengan demikian menyatakan bahwa
“uang,
piutang, dan hutang yang diukur pada jumlah yang dijanjikan seharusnya
ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan
kewajiban yang diukur pada harga uang seharusnya ditranslasikan memakai kurs
yang berlaku pada tanggal yang berkenaan dengan harga uang tersebut”.
Seperti
halnya metode moneter-nonmoneter, item-item moneter seperti kas, piutang dan
hutang ditranslasikan dengan kurs yang beraku. Item-item nonmoneter
ditranslasikan dengan kurs yang sesuai dengandengan basis pengukuran aslinya.
Secara khusus, aset yang tercatat dalam laporan keuangan valuta asing yang
berbasis biaya historis ditranslasikan memakai kurs historis.
Ketika
item-item non moneter diluar negeri dinilai pada biaya historis, prosedur translasi
yang muncul dari metode-metode temporal sebenarnya identik dengan prosedur yang
dihasilkan oleh metode moneternonmoneter. Kedua metode translasi ini hanya
berbeda jika basis-basis penilaian aset yang lain dipakai, seperti replacement
cost, nilai pasar atau arus kas diskonto.
Dalam
praktik, variasi-variasi dari metode-metode translasi yang telah dibahas tadi
banyak diperkenalkan untuk mengakomodasikan situasi operasi dan filosofi
manajemen tertentu. Sebagai contoh, beberapa perusahaan internasional yang taat
pada metode kurs beraku tetapi mentranslasikan aktiva tetapanya memakai kurs
historis. Perusahaan-perusahaan lain yang lazim memakai metode berlaku-historis
tapi mentranslasikan persediaan memakai kurs yang berlaku pada tanggal
perolehan. Perusahaan-perusahaan yng menyukai metode moneter-nonmoneter
ternyata mentranslasikan hutang jangka panjang memakai kurs historis bukannya
kurs berlaku sementara perusahaan-perusahaan yang menggunakan metode temporal
seringkali mentranslasikan persediaan memakai kurs berlaku.
MANA YANG TERBAIK?
Karena itu, tujuan
translasi adalah untuk mengubah unit pengukuran laporan keuangan perusahaan
anak di luar negeri dari laporan keuangan yang tadinya didefinisikan dalam
valuta asing kedalam laporan keuangan yang didefinisikan dalam valuta domestik
. Tujuan lain adalah untuk menjadikan laporan keuangan luar negeri ssuai dengan
prinsip-prinsip akutansi yang diterima umum di negara tempat perusahaan induk
berada . Tujuan-tujuan ini, menurut kami, dapat dicapai dengan baik melalui
penggunaan metode translasi yang melibatkan nilai tukar historis. Walaupun
beberapa kombinasi metode kurs historis telah disebutkan dan dijelaskan, kami
tetap menyukai prinsip temporal, karena metode ini secara umum mempertahankan
prinsip-prinsip akuansi yang digunakan untuk mengukur aktiva dan kewajiban yang
tadinya diekspresikan dalam unit valuta asing. Karena laporan keuangan luar
negeri dalam sudut pandang perusahaan induk terlebih dulu harus disesuaikan
untuk mencarminkan prinsip-prinsip akutansi perusahaan induk (sebelum
translasi), prinsip temporal cukup tepat, karena pprinsip ini hanya mengubah
pengukran dalam valuta asing kedalam pengukuran dalam valuta domestik tanpa
mengubah basis pengukuran.
Karena metode translasi kurs historis dengan jelas
melibatkan dimensi konseptual, metode ini dapat diadaptasikan dengan mengubah
bagi proses-proses yang melibatkan
penyusuaian-penyusuaian akutansi dalam translasinya. Dalam situasi
seperti ini, penyesuaian-penyesuaian bagi perbedaan-perbedaan antara 2 atau
lebih konsep dan praktik akutansi
dilakukan sebagai suatu tambahan atas translasi saldo valuta. Misalnya,
persediaan atau kewajiban tertentu bisa diniai ulang agar sesuai dengan praktik
akutansi yang berbeda dari praktik yang dipakai sejak awalnya. Prinsip temporal
dapat mengakomodasikan kerangka penilaian aktiva apapun, apakah itu biaya
historis,current re-placement price, atau nilai realisasi bersih.
Walupun tujuan utama dari translasi kurs historis adalah
untuk mengkonsolidasi laporan keuangan cabang atau perusahaan anak
internasional dengan laporan keuangan perusahaan induk, metode ini juga
melayani tujuan-tujuan aktansi lain. Misalnya, metode ini berguna bagi laporan
informasi –manajemen atau laporan administratif khusus. Selain itu, metode ini
juga berguna dalam menghimpun statistik-statistik nasional yang berkenaan
dengan investasi internasional dan neraca pembayaran internasional yang
berkaitan dengan negara- negara secara individual.
Kita sekarang beralih kepada evaluasi metode translasi
kurs berlaku. Metode ini, harus dicatat, tiddak mmemiliki orientasi akuntansi,
hanya mengubah medium ekspresi saja. Metode ini merupakan metode
translasi(restatement) sederhana dari satu “bahasa” kebahsa yang lain. Tidak
ada perubahan apapun dalam sifat dasar perkiraan. Yang berubah hanyalah bentuk
ekspresinya
Metode kurs berlaku tepat digunakan pada saat
perkiraan-perkiraan perusahaan anak ditranslasikan dengan suatu cara yang dapat
mempertahankan valuta lokal sebagai unit
pengukuran;yaitu, semua entitas diluarnegeri dipandang dari perspektif
perusahaan lokal, buka perusahaan induk. Pandangan ini menganggap suatu operasi
yang berbasis di luar negeri merupakan unit bisnis terpisah yang
transaksi-transaksi bisnisnya dilakuakan dalam valuta asing. Kepentingan usaha
berpusat paa status dan kinerja operasi lokal dalam lingkungan negara asing
yang bersangkutan. Selain itu translasi memakai kurs berlaku tidak
mengubah hubungan awal apapun (misalnya,
rasio keuangan)pada laporan dalam valuta asing, karenaa semua saldo perkiraan
dikalikan dengan suatu konstanta. Pendekatan ini sangat berguna pada saat
perkiraan-perkiraan suatu perusahaan
indenpenden ditranslasikan, yang ditunjukan hanya untuk pemegang sahm luar
negeri atau kelompok pemakai eksternal lainnya.
Pemakaian kedua metode
kurs berlaku terjadi ketika perkiraan-perkiraan yang telah disesuaikan dengan
tingkat harga (price-level-adjusted accounts) harus ditranslasikan kedalam
valuta lain.
Upaya untuk menemukan
suatu metodologi translasi tunggal yang komperhensif telah menghabiskan energi
akuntan-akuntan selama bertahun-tahun. Sejumlah penulis telah menyarankan model
translasi ideal mereka sendiri untuk mengakhiri krbingungan yang telah memberi
ciri pada aspek pelaporankeuangan internasional. Sebagian penulis mendasari
model mereka pada asumsi tradisional yaitu bahwa metode translasi tunggal bisa
cocok untuk semuakondisi terjadinya translasi dan untuk semua tujuan yang
dilayani oleh translasi.
Sejauh ini istilah kurs
nilai tukar yang digunakan dalam metode translasi mengacu pada histories atau
kurs kini. Kurs rata-rata sering digunakan dalam laporan laba rugi untuk
pos-pos beban. Beberapa Negara menggunakan kurs nilai tukar yang berbeda untuk
transaksi yang berbeda. Dalam situasi ini harus dipilih beberapa kurs nilai
tukar yang ada. Beberapa alternative yang disarankan adalah :
1. kurs pembayaran dividen
2. kurs pasar bebas, dan
3. kurs penalty atau preferensi yang dapat digunakan, seperti yang terkait dalam kegiatan ekspor impor.