Sabtu, 04 April 2015

TUGAS SOFTSKILL AKUNTANSI INTERNASIONAL



NAMA  : MARLIA DEWI
KELAS : 4EB15
NPM     : 24211313

Single Rate Method
Metode ini yang paling sederhana, pada metode ini mengaplikasikan kurs tunggal, yaitu kurs berlaku atau kurs penutupan, untuk aktiva dan kewajiban valuta asing. Pendapatan dan beban valuta asing umumnya ditranslasikan pada kurs yang berlaku pada saat item–item ini diakui. Meskipun begitu untuk tujuan kelayakan, item–item ini biasanya ditranslasikan dengan rata-rata tertimbang dari kurs berlaku untuk periode yang bersangkutan.
            Berdasarkan pendekatan ini, laporan keuangan operasi luar negeri yang dianggap oleh perusahaan induk sebagai entitas yang otonom, memiliki domisili pelaporan mereka sendiri. Ini adalah lingkungan akuntansi lokal tempat dimana perusahaan afiliasi asing tersebut mentraksaksikan urusan bisnisnya. Satu cara dilakukan agar translasi bisa dilaksanakan dengan distorsi yang minimal dengan cara penggunaan metode kurs yang berlaku.
            Semua laporan keuangan valuta asing sebenarnya dikalikan dengan suatu konstanta, metode translasi ini mempertahankan hasil keuangan dan hubungan asli (misalnya, rasio-rasio keuangan) dalam laporan konsolidasi dari entitas-entitas individual yang dikonsolidasikan. Meskipun menarik dan sederhana secara konseptual, metode kurs berlaku dipersalahkan oleh sebagian orang karena merusak tujuan dasar dari laporan keuangan konsolidasi, yaitu karena menyajikan unuk keuntugan pemegang aham perusahaan induk, hasil-hasil operasi dan posisi keuangan perusahaan induk dan perusahaan-perusahaan anaknya dari perspektif valuta tuggal (yaitu, mempertahankan valuta pelaporan perusahaan induk sebagai unit pengukuran). Dalam metode kurs berlaku, hasil-hasil konsolidasi akan mencerminkan perspektif valuta dari masing-masing negara tempat diamana perusahaan anak berada. Misalnya, jika sebuah aktiva diperoleh sebuah perusahaan anak di luar negeri seharga VA 1,000 ketika kurnya adalah VA 1 = $1, maka biaya dari historisnya dari perspektif dollar adalah $1000; dari perspektif valuta lokal juga $1,000. Jika kurs berubah menjadi VA5 = $1, biaya historis aset tersebut dari persepektif dolar  (transaksi biaya historis) tetap $1,000. Jika valuta lokal tetap dipertahankan sebagai unit pengukuran, nilai aset akan diekspresikan sebesar $200 (transaksi kurs berlaku).
            Metode kurs berlaku juga dipersalahkan karena mengamsusikan bahwa semua aktiva-valuta lokal dipengaruhi oleh risiko nilai tukar (yaitu, mengamsumsikan bahwa fluktuasi valuta domestik yang ekivalen, yang disebabkan oleh fluktuasi kurs translasi berjalan, merupakan indikator perubahan nilai intrinsik aktiva-aktiva tersebut). Hal ini jarang benar karena nilai persediaan dan aktiva-aktiva tetap diluar negeri umumnya didukung oleh inflasi lokal. Bahkan, nilai aktiva yang ditranslasikan tidak ada artinya kalau tidak ada penyesuaian tingkat harga lokal sebelum dilakukannya translasi. Selain itu translasi suatu saldo biaya historis dengan kurs berlaku yang ditenukan oleh pasar memberikan suau hasil yang tidak merupakan biaya historis maupun nilai pasar berjalan.



Multiple Rate Methods
Metode-metode kurs berganda mengkombinasikan nilai tukar berjalan dan historis dalam proses translasi. 3 metode semacam itu akan dibahas berikut ini.
Metode berlaku-historis. Berdasarkan pendekatan berlaku-historis, yang populer di AS dan ditempat-tempat lain sebelum tahun 1976, aktiva lancar dan kewajiban lancar sebuah perusahaan anak di luar negeri ditranslasikan kedalam valuta pelaporan perusahaan induknya dengan menggunakan kurs berlaku. Aktiva dan kewajiban non-lancar ditranslasikan dengan kurs historis.
Item-item laporan laba-rugi, kecuali beban depresiasi dan amortisasi, ditranslasikan dengan kurs rata-rata masing-masing bulan operasi atau dengan basis rata-rata tertimbang dari seluruh periode yang akan dilaporkan. Beban depresiasi dan amortisasi ditranslasikan dengan memakai kurs historis yang berlaku pada saat aset yang bersangkutan diperoleh.
Metodologi ini, sayangnya, memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, metode ini kurang memilik justifikasi konseptual. Definisi-definisi yang ada mengenai aktiva dan kewajiban lancar dan non-lancar tidak menjelaskan mengapa cara klasifikasi seperti itu menentukan kurs mana yang akan digunakan dalam proses translasi.
Lebih jauh,kurs yang berfluktuasi mungkin menghasilkan translasi yang mendistorsi hasil hasil operasi antara priode priode akutansi .persediaan adalah salah satu contohnya.
          Dalam kondisi nilai tukar yang memburuk, anggaplah sejumlah persediaan dikapalkan dari perusahaan indukdi AS ke salah satu perusahaan anaknya selama kuartal ketiga tahun 1 pada saat kurs VA1 = $1.asumsikan juga persediaan ini tak terjual sampai akhir tahun , yaitu tanggal laporan keuangan. Persediaan ini memiliki biaya daalam dolar sebesar $100,000. Jadi, perusahaan anak tersebut akan mencatat transaksi ini  dalam bukunya pada VA100,000. Perusahaan anak terebut beroperasi dengan 50%  markup atas biaya, sehingga harga penjualan persediaan tersebut adalah VA 150,000.
             Sekarang asumsikanlah kurs turun  menjadi VA 1 = $ .90 pada akhir tahun. Sesuai dengan metode translasi kurs berlaku – historis, persediaan VA100,000 ditranslasikan kurs berlaku, yang menghasilkan $90,000 dalam dolar. Kerugian translasi sebesar $10.000 akan muncul dalam perkiran sehingga laba tahun 1 akan berkurang paa saat itu pula.
            Jika persediaan tersebut kemudian  dijual sehargaVA 150,000 selama kuartal  pertama tahun 2, dan kurs rata-rata selama kuartal ini adalah VA 1 = $ 95,  transaksi tersebut menghasilkan $142,500. Marjin kotor dari tanah penjualan tersebut akan dilaporkan sebesar $52,000 pada tahun 2 , sedangkan seharusnya dilaporkan $42.500 perbedaan aktual antara biaya dan harga peenjualan dalam dolar AS.Dalam contoh ini,
Sebenarnya tidak terjadi ’’kerugian’’ valuta asing dalam tahun 1. Penurunan kurs hanya mengurangimarjins laba kotor yang awalnya diharapkan.
Hasil-hasi operasi yang dilporkan untuk tahun pertama maupun tahun ke-2 terdistorsi karena metode translasi valuta asing yang tidak realistis.
Dengan kata lain, pemakaian kurs akhir-tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar menyiratkan bahwa kas, piutang, dan persediiaan  valuta asing sama–sama  dipengaruhi oleh risiko nilai tukar.Namun dalam situasi dimana peningkatan harga lokal dimungkinkan setelah devaluasi, nilai persediaan terlindungi dari erosi valuta. Dengan demikian penghapusan persediaan sebesar $10,000 dalam kasus tersebut tidak akan dibenarkan. Disisi lain,translasi hutang jangka panjang memakai kurs historis melindungi priode-priode interim dari dampak fluktuasi valuta sedangkan tahun penyelesaiannya terbebani sejumlah keuntungan atau kerugian tranlasi. Banyak pengamat melihat hal ini bertentangan dengan realitas

Metode moneter-nonmoneter. Seperti halnya metode berlaku-historis, metode moniter-nonmoneter memakai pola klasifikasi neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Diprakarsai oleh almarhum Prof. Samuel R. Hepworth dalam sebuah monograf yang berjudul Reporting Foreign Operations, aset dan kewajiban moneter-mewakili hak untuk menerima atau keharusan untuk membayar sejumlah valuta asing tertentu dimasa depan (kas,piutang, dan hutang) jangka panjang) ditranslasikan memakai kurs yang berlaku.
 Karena item-item moneter diselesaikan dalam kas; pemakaian kurs berlaku untuk mentranslasikan item-item valuta asing menghasilkan valuta domestik ekivalen yang mencerminkan nilai realisasi atau nilai penyelesaiannya.
Metode Temporal Menurut pendekatan temporal, translasi valuta merupakan suatu proses konversi pengukuran (yaitu, penyajian ulang nilai tertentu). Karena itu, metode ini tidak dapat digunakan untuk mengubah atribut suatu item yang sedang diukur; metode ini hanya dapat mengubah unit pengukuran. Translasi saldo valuta asing, misalnya, hanya mengubah (restate) denominasi persediaan. tidak penilaian aktualnya. Dalam GAAP AS, aktiva kas diukur berdasarkan jumiah yang dimiliki pada tanggal neraca. Piutang dan hutang dinyatakan dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar pada saat jatuh tempo. Kewajiban dan aktiva lain diukur pada harga yang berlaku ketika item¬item tersebut diperoleh atau terjadi (harga historis). Meskipun begitu, beberapa diantaranya diukur berdasarkan harga yang berlaku pada tanggal laporan keuangan (harga berjalan), seperti persediaan dibawah aturan biaya atau pasar. Pendek kata, ada dimensi waktu yang berkaitan dengan nilai-nilai uang ini.
Menurut Lorensen, cara terbaik untuk mempertahankan basis-basis akuntansi yang digunakan untuk mengukur item-item valuta asing adalah dengan mentranslasikan jumlah uang luar negerinya dengan kurs yang berlaku pada tanggal pengukuran uang luar negeri berlangsung. Prinsip temporal dengan demikian menyatakan bahwa
“uang, piutang, dan hutang yang diukur pada jumlah yang dijanjikan seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban yang diukur pada harga uang seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada tanggal yang berkenaan dengan harga uang tersebut”.
Seperti halnya metode moneter-nonmoneter, item-item moneter seperti kas, piutang dan hutang ditranslasikan dengan kurs yang beraku. Item-item nonmoneter ditranslasikan dengan kurs yang sesuai dengandengan basis pengukuran aslinya. Secara khusus, aset yang tercatat dalam laporan keuangan valuta asing yang berbasis biaya historis ditranslasikan memakai kurs historis.
Ketika item-item non moneter diluar negeri dinilai pada biaya historis, prosedur translasi yang muncul dari metode-metode temporal sebenarnya identik dengan prosedur yang dihasilkan oleh metode moneternonmoneter. Kedua metode translasi ini hanya berbeda jika basis-basis penilaian aset yang lain dipakai, seperti replacement cost, nilai pasar atau arus kas diskonto.
Dalam praktik, variasi-variasi dari metode-metode translasi yang telah dibahas tadi banyak diperkenalkan untuk mengakomodasikan situasi operasi dan filosofi manajemen tertentu. Sebagai contoh, beberapa perusahaan internasional yang taat pada metode kurs beraku tetapi mentranslasikan aktiva tetapanya memakai kurs historis. Perusahaan-perusahaan lain yang lazim memakai metode berlaku-historis tapi mentranslasikan persediaan memakai kurs yang berlaku pada tanggal perolehan. Perusahaan-perusahaan yng menyukai metode moneter-nonmoneter ternyata mentranslasikan hutang jangka panjang memakai kurs historis bukannya kurs berlaku sementara perusahaan-perusahaan yang menggunakan metode temporal seringkali mentranslasikan persediaan memakai kurs berlaku.

MANA YANG TERBAIK?
Karena itu, tujuan translasi adalah untuk mengubah unit pengukuran laporan keuangan perusahaan anak di luar negeri dari laporan keuangan yang tadinya didefinisikan dalam valuta asing kedalam laporan keuangan yang didefinisikan dalam valuta domestik . Tujuan lain adalah untuk menjadikan laporan keuangan luar negeri ssuai dengan prinsip-prinsip akutansi yang diterima umum di negara tempat perusahaan induk berada . Tujuan-tujuan ini, menurut kami, dapat dicapai dengan baik melalui penggunaan metode translasi yang melibatkan nilai tukar historis. Walaupun beberapa kombinasi metode kurs historis telah disebutkan dan dijelaskan, kami tetap menyukai prinsip temporal, karena metode ini secara umum mempertahankan prinsip-prinsip akuansi yang digunakan untuk mengukur aktiva dan kewajiban yang tadinya diekspresikan dalam unit valuta asing. Karena laporan keuangan luar negeri dalam sudut pandang perusahaan induk terlebih dulu harus disesuaikan untuk mencarminkan prinsip-prinsip akutansi perusahaan induk (sebelum translasi), prinsip temporal cukup tepat, karena pprinsip ini hanya mengubah pengukran dalam valuta asing kedalam pengukuran dalam valuta domestik tanpa mengubah basis pengukuran.
            Karena metode translasi kurs historis dengan jelas melibatkan dimensi konseptual, metode ini dapat diadaptasikan dengan mengubah bagi proses-proses yang melibatkan  penyusuaian-penyusuaian akutansi dalam translasinya. Dalam situasi seperti ini, penyesuaian-penyesuaian bagi perbedaan-perbedaan antara 2 atau lebih konsep  dan praktik akutansi dilakukan sebagai suatu tambahan atas translasi saldo valuta. Misalnya, persediaan atau kewajiban tertentu bisa diniai ulang agar sesuai dengan praktik akutansi yang berbeda dari praktik yang dipakai sejak awalnya. Prinsip temporal dapat mengakomodasikan kerangka penilaian aktiva apapun, apakah itu biaya historis,current re-placement price, atau nilai realisasi bersih.
            Walupun tujuan utama dari translasi kurs historis adalah untuk mengkonsolidasi laporan keuangan cabang atau perusahaan anak internasional dengan laporan keuangan perusahaan induk, metode ini juga melayani tujuan-tujuan aktansi lain. Misalnya, metode ini berguna bagi laporan informasi –manajemen atau laporan administratif khusus. Selain itu, metode ini juga berguna dalam menghimpun statistik-statistik nasional yang berkenaan dengan investasi internasional dan neraca pembayaran internasional yang berkaitan dengan negara- negara secara individual.
            Kita sekarang beralih kepada evaluasi metode translasi kurs berlaku. Metode ini, harus dicatat, tiddak mmemiliki orientasi akuntansi, hanya mengubah medium ekspresi saja. Metode ini merupakan metode translasi(restatement) sederhana dari satu “bahasa” kebahsa yang lain. Tidak ada perubahan apapun dalam sifat dasar perkiraan. Yang berubah hanyalah bentuk ekspresinya
            Metode kurs berlaku tepat digunakan pada saat perkiraan-perkiraan perusahaan anak ditranslasikan  dengan suatu cara yang dapat mempertahankan  valuta lokal sebagai unit pengukuran;yaitu, semua entitas diluarnegeri dipandang dari perspektif perusahaan lokal, buka perusahaan induk. Pandangan ini menganggap suatu operasi yang berbasis di luar negeri merupakan unit bisnis terpisah yang transaksi-transaksi bisnisnya dilakuakan dalam valuta asing. Kepentingan usaha berpusat paa status dan kinerja operasi lokal dalam lingkungan negara asing yang bersangkutan. Selain itu translasi memakai kurs berlaku tidak mengubah  hubungan awal apapun (misalnya, rasio keuangan)pada laporan dalam valuta asing, karenaa semua saldo perkiraan dikalikan dengan suatu konstanta. Pendekatan ini sangat berguna pada saat perkiraan-perkiraan  suatu perusahaan indenpenden ditranslasikan, yang ditunjukan hanya untuk pemegang sahm luar negeri atau kelompok pemakai eksternal lainnya.
Pemakaian kedua metode kurs berlaku terjadi ketika perkiraan-perkiraan yang telah disesuaikan dengan tingkat harga (price-level-adjusted accounts) harus ditranslasikan kedalam valuta lain.
Upaya untuk menemukan suatu metodologi translasi tunggal yang komperhensif telah menghabiskan energi akuntan-akuntan selama bertahun-tahun. Sejumlah penulis telah menyarankan model translasi ideal mereka sendiri untuk mengakhiri krbingungan yang telah memberi ciri pada aspek pelaporankeuangan internasional. Sebagian penulis mendasari model mereka pada asumsi tradisional yaitu bahwa metode translasi tunggal bisa cocok untuk semuakondisi terjadinya translasi dan untuk semua tujuan yang dilayani oleh translasi.
Sejauh ini istilah kurs nilai tukar yang digunakan dalam metode translasi mengacu pada histories atau kurs kini. Kurs rata-rata sering digunakan dalam laporan laba rugi untuk pos-pos beban. Beberapa Negara menggunakan kurs nilai tukar yang berbeda untuk transaksi yang berbeda. Dalam situasi ini harus dipilih beberapa kurs nilai tukar yang ada. Beberapa alternative yang disarankan adalah :

1. kurs pembayaran dividen
2. kurs pasar bebas, dan
3. kurs penalty atau preferensi yang dapat digunakan, seperti yang terkait dalam kegiatan ekspor  impor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar