MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KERETA
API INDONESIA (PT KAI)
ETIKA
PROFESI AKUNTANSI
Nama Kelompok : 3 (4EB15)
1. Laksmi Pratiwi (24211060)
2. Luna Annisa (24211154)
3. M.Handy (24211198)
4. Marlia Dewi (24211313)
5. Michael Yonathan (24211465)
6. Nadia Widya Wijaya (25211073)
7. Nuraini (25211335)
8. Nurbayina Aisiah (25211340)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014
LATAR BELAKANG KASUS
PT KERETA API
INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan
keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor
dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran
kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI
Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan
itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK
dan akuntan publik.
Hasil audit
tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao
menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya
kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut:
1.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah
ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI
selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP)
pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya
menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak
ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT
KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun
2005.
2.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan
sebesar Rp24 Miliar yang diketahui
pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara
bertahap selama lima tahun. Pad akhir
tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun
2005.
3.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya
dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal
negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31
Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian
terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah
dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun
1998 sampai 2003.
Perbedaan
pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT
KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.
Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera
diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah,
akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI
berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum
sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai
prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat
menyesatkan.
Laporan Keuangan
PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.
Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan
tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa
terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah
pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak
ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari informasi
yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai
auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor
Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan
menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat
terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan.
Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena
ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak
pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas
segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat
perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
PEMBAHASAN KASUS
1.
Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh
Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya
manipulasi.
2.
Analisis 5 Question Approach:
• Profitable
1. Pihak
yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan
seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian
Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari
“laba semu” tersebut.
2. Pihak
lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan
memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
• Legal
1. PT
KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek,
setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung.
2. Menipu
atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun
3. Turut
serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
4. Membuat
pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan
fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai
keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain
atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”
PT KAI dapat
dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan:
“Setiap Pihak yang dengan sengaja
bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam,
menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan,
menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin,
persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
(2) KAP S. Manan & Rekan melanggar Standar Profesi Akuntan Publik
(SPAP)
• Fair
Perbuatan manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.
1) Publik
(investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga
keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
2) Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa
keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
• Right
1) Hak-hak Publik; dirugikan karena investor
memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil menjadi
salah/tidak akurat.
2) Pemerintah; dirugikan karena pajak yang
diterima pemerintah menjadi lebih kecil.
• Suistainable Development
1) Rekayasa
yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka
panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan
pribadi/manajemen (motivasi bonus).
3.
Prinsip Etika Yang Dilanggar:
Selain akuntan
eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan
laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan
8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab
profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1) Tanggung jawab profesi ;
Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2) Kepentingan Publik ;
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3) Integritas ;
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4) Objektifitas ;
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5) Kompetensi dan kehati-hatian professional ;
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6) Perilaku profesional ;
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7) Standar teknis ;
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
4.
Sikap Yang Diambil :
1) Manajemen
PT KAI
a) Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak
pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku
cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang
seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
b) Meminta maaf kepada stakeholders melalui
konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.
2) KAP S. Manan & Rekan
& Rekan
a) Melakukan jasa profesional sesuai SPAP,
dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya
dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi
b) Melakukan koreksi atas opini yang telah
dibuat
c) Melakukan konferensi pers dengan
mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini
atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari
pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di
masa yang akan datang.
5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa
Tidak Terulang
1) Membangun kultur perusahaan yang baik;
dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh
aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
2) Mendahulukan kepentingan publik daripada
kepentingan publik.
3) Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral
yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya
integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan.
4) Memperbaiki sistem pengendalian internal
perusahaan.
5) Corporate Governance dilakukan oleh
manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan
kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan,
kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
6) Transaction Level Control Process yang
dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih
bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya
transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi
perusahaan dari kerugian.
7) Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor
Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan
membahayakan perusahaan.
8) Investigation and Remediation yang dilakukan forensik
auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil
terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud
itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan asset.
9) Penyusunan Standar yang jelas mengenai
siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun
struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis.
Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa
ada pengecualian yang tidak masuk akal
10) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu
jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat
mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya
walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi
karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun
memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
11) Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam
organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan
yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.
Daftar Pustaka :
Agoes, Sukrisno dan I Cendik
Ardana. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta:
Salemba Empat. 2009
Leonard J. Brooks. Business &
Professional Ethics for Accountans. South Western Collage Publishing. 2004
IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia.
1998
www.google.com
Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5
Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006
ANALISIS:
Dari kasus studi diatas tentang
pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi
perbankan pada PT KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan
manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut.
pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti
investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur
sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi yang dijelaskan oleh tulisan blog
saya sebelumnya.
Pertanyaan
1.
Setya Nugroho (kelompok 6)
Pihak mana yang merugikan laporan keuangan PT KAI, tersebut?
2.
Zacky Hazazi (kelompok 5)
Data apa saja yang dimanipulasikan oleh PT KAI?
3.
Ibu Erna
Setelah melakukan salah saji
dalam laporan keuangan yang sudah di audit. Apa yang dilakukan
pemerintah dalam memperbaiki laporan keuangan yang sudah di audit?
Jawaban
1.
Publik (investor); dirugikan karena memperoleh
informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan
informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa
keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
2.
Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak
ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku
cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang
seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.
3.
Membangun
pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. Perbaikan sistem akuntansi dan
konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan.
Memilih auditor yang benar-benar kompeten
dan profesional. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun
lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan
sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua
alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang
dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.Komite Audit tidak
berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan
Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan
pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan
perusahaan. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan
proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan
memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya
kepada Direksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar