Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Banyak perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha
dikarenakan kurang jujur terhadap konsumen dan tidak menjaga atau memelihara
kepercayaan yang telah diberikan oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer
sangat penting dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis secara etis.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
etika dalam bisnis yang nampak pada ilustrasi berikut :
1. Lingkungan Bisnis
Seringkali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu
dilema yang menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota penjualan,
menekan ongkos-ongkos, peningkatan efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain
eksekutif perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat agar
kualitas barang terjaga, harga barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua
hal yang bertentangan harus dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi
tetapi harus tetap meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus
pandai mengambil keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
2. Organisasi
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya (proses interaktif). Dilain pihak
organisasi terhadap individu harus tetap berprilaku etis, misalnya masalah
pengupahan, jam kerja maksimum.
3. Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan
berinteraksi dengan sesama akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima
secara umum dapat dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan
kenalan. Dalam bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap
hasil pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi
memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.
Kode etik diperlukan untuk hal seperti berikut :
a. Untuk menjaga
keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen strategis dan kebijakan dalam
pengembangan usaha di satu pabrik dengan pengembangan sosial ekonomi dipihak
lain.
b. Untuk menciptakan
iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
c. Untuk mewujudkan
integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
d. Untuk menciptakan
keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi perusahaan/investor serta bagi
para karyawan.
e. Untuk dapat
mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan internasional.
Saling Ketergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok
orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja,
stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu
para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan
hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan
bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika
adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat
mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception,
theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis
harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan
dan tenaga kerja atau karyawan.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang
tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut
segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang
ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu
kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang
tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha
belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan
sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan
yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang
tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu
bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu
berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia
pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis
dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan
bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain
adalah :
1. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan
yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika
pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut
disini misalnya saja :
a. Kemasan yang
berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
b. Bungkus atau kemasan
membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga produsen perlu
menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat
didalam produk itu.
c. Pemberian servis
dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu
bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata
jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti
produknya tersebut kepada pembelinya.
2. Hubungan
dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk
memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan
karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni :
Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat,
Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK
(pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya
penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering
kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah
peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
3. Hubungan
antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu
dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan
dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam
kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan
kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya
etika pergaulan bisnis yang baik.
4. Hubungan
dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama
yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik
dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya.
Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk mengambil
keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat perhatian yang
serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar
modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang
akan menjual sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga
sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham
ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar
modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham
haruslah diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan
yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau
penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada
umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini
merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan
finansial tersebut haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak
terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut
merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya
excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung
jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya,
terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah
1. Pengendalian diri Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung
jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati
diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi
dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan
yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah,
dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep
“pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan
keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan
keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang
merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)Jika pelaku bisnis sudah
mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa
yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang
dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan
negara.
7. Mampu menyatakan yang
benar itu benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar
untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi,
jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong”
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi”
serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Diakui
bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lluput
dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan
bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau
takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif.
Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan
identitas sendiri, pertama kali timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an.
Untuk memahaminya, menurut Richard De George, pertama-tama perlu membedakan
antara ethics in business dan business ethics.
Di
amerika serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas penolakan terhadap establishment yang diperkuat
oleh situasi demoralisasi baik dalam bidang polotik, sosial, lingkungan dan
ekonomi. Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Dengan situasi dan
kondisi seperti ini, dunia pendidikan memberikan respon dengan cara yang
berbeda-beda, salah satunya adalah memberikan perhatian khusus kepada sosial
issue dalam kuliah manajemen.
Masa
lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis
pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam memikirkan
masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu tanggapan atas
krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kedua
terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka
bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan
tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika bisnis mulai
merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-tama
ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European
Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi
dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional da nternasional.
Masa
etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah
menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global
seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA,
Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian
etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di
Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human
values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di
Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi
terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis.
Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus
tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha
indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi
akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang profesional yang
diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan
etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa
profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan
untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan
yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.Untuk
menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi
dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka
etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika
sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya
pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik
dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar